“Oh my God,
oh my God,
if only he knew,
if only he knew,
if only he knew about the world
without the bullshit and the lies.”
Suara
alarm dari sebuah lagu yang berjudul The Final Episode (Let's
Change Channel) oleh Asking Alexandria terdengar dari dalam kamar Lynell
Alexander, tepat pukul 5 pagi. Ia terbiasa memasang alarm tepat pukul 5 pagi
untuk melaksanakan solat subuh dan bersiap berangkat ke kampus. Suasana kota
Jakarta yang ramai dan macet membuat pagi hari Lynell terasa menyebalkan.
“Senin
pagi, harus macet – macetan dijalan lagi naik angkot. Menyebalkan”. Ujar
Lynell. Ia pun berangkat ke kampus dengan menumpang kendaraan umum. Untuk sampai
dikampus, Lynell harus menaiki angkutan umum sebanyak dua kali. Setelah
menempuh perjalanan selama satu jam, ia pun sampai dikampus.
“Good
morning !”
“Morning
Lynell”. Ujar Rebecca, sahabat Lynell yang dikenalnya sejak pertama kali mereka
melaksanakan OSPEK dikampus. Mereka kemanapun selalu berduaan, seperti seorang
adik kakak.
“Kenapa
lu tambah kurus sih, nell? Lu itu kurus banget seperti orang yang terkena
penyakit anorexia tau gak”. Ujar Rebecca.
Memang,
Lynell merupakan seorang cewek cantik dengan rambut panjang, tinggi dan kurus,
berkulit putih, dan tentunya dengan hidung mancung yang menawan. Dia berusia 20
tahun, kini ia duduk dibangku sebuah universitas swasta. Lynell juga merupakan
seorang cewek yang sensitif, manja, cengeng, penuh kasih sayang, namun ia juga
berkepribadian sangat lemah.
“Iseng
banget sih lu ! Daripada lu, gendut !”. Ujar Lynell sambil menjulurkan lidahnya
meledek Rebecca.
Mereka
memang sering bercanda dan saling meledek satu sama lain, namun mereka tidak
pernah tersinggung atau marah dengan perkataan sahabatnya.
Jam
pertama pun telah habis. Mereka segera menuju masjid untuk solat dzuhur,
kemudian menuju kantin untuk makan siang bersama. Ketika mereka sampai
dikantin, mereka memesan makanan dan menunggu dibangku yang telah disediakan.
“Re,
lu inget gak cowok yang waktu OSPEK gue ceritain?”.
“Who is that?”.
“Isssh...yang
gue bilang ganteng. Cowok kurus, tinggi, idung mancung, gondrong, tapi ganteng
banget. Inget gak?”.
“I don’t know, nell. I can’t remember him. Maybe, if I saw him, I’ll remember that”.
“Huh,
pelupa !”.
Suddenly,
Lynell melihat seorang cowok yang dia maksud tadi. Cowok ganteng yang merupakan
seniornya, dan ternyata mereka dalam satu fakultas, Sastra Inggris. Cowok itu
bernama Rabel Hanif Rabbani. Rabel merupakan seorang kakak senior Lynell
dikampusnya. Dia adalah seorang cowok yang ganteng, keren, tinggi, famous, dan menyenangkan. Jika Lynell
menatapnya, dia merasa jatuh cinta, lagi dan lagi. Baginya, Rabel mirip seorang
artis Indonesia, Adipati Dolken. Pertama kali Lynell bertemu Rabel, yaitu saat
ia mengikuti serangkaian acara OSPEK dikampusnya. Sejak pertama Lynell
melihatnya, ia telah jatuh cinta. Lynell seolah tidak bisa mengedipkan matanya
saat ia melihat cowok itu. Bibirnya pun terkunci, seolah tidak bisa berkata
apapun.
“Itu
... itu cowok yang gue maksud tadi. Ganteng banget !”
“Mana?
Mana cowoknya?”
“Itu
! Dia pakai baju kemeja kotak kotak merah lengan panjang. Yang rambutnya
gondrong itu !”
“Hmmm
.. yang itu?”. Rebecca memperhatikan cowok tersebut. “Siapa namanya?”
“Namanya
Rabel. Lu gak inget waktu kita OSPEK? Dia memperkenalkan diri, sejak saat itu
gue tau namanya, dan gue jatuh cinta pada pandangan pertama olehnya”, Lynell
bicara sok puitis.
“Huuh
! Dasar jomblo !” Seru Rebecca membuyarkan bualan Lynell.
Lynell
hanya tersenyum menanggapi ejekan temannya itu. Sebenarnya, ia telah memiliki
seorang kekasih sejak satu minggu yang lalu. Namun, ia belum mau bercerita
kepada siapapun, termasuk Rebecca, sahabatnya sendiri. Ia merasa tidak perlu
menceritakan tentang kehidupan pribadinya, dan kehidupan asmaranya. Ia berpikir
“Ini kan kampus, kita gak tau, mana yang benar-benar teman, mana yang bukan.
Bahkan, teman bisa jadi lawan”, ujarnya dalam hati. Lynell juga tak tau sampai
kapan ia merahasiakan hubungannya dengan cowok tersebut. Namun ia tau, cepat
atau lambat pasti kebenaran akan terungkap.
Setelah
menghabiskan makan siang mereka, Lynell dan Rebecca kembali ke kelas untuk
melanjutkan pelajaran kedua.
***
“Ohaiyo Gozaimas”, Siska Sensei menyapa
sembari memasuki ruang kelas. Seketika semua mahasiswa langsung duduk dengan
teratur dan menjawab “Ohaiyo Sensei”.
Saat itu, ruang kelas terasa sangat panas dan tidak nyaman. Sebagian mahasiswa
merasa mengantuk, padahal kelas baru saja dimulai. Seperti biasa, Lynell duduk
di deretan kursi dekat pintu, barisan kedua pojok paling kanan, “its my favorite place”, gumam Lynell.
Ketika ia juga mulai merasa mengantuk, tiba-tiba terdengar suara hentakan
sepatu seorang cowok. Suara itu semakin mendekat, dan muncullah sosok cowok
yang tak asing lagi bagi Lynell. Yup !
There is Rabel.
“Kenapa
kamu terlambat?” tanya Siska Sensei dengan penuh kecurigaan.
“Macet,
Sensei” jawab Rabel asal. Dia langsung
menduduki kursi dibarisan pertama sebelah kanan dekat pintu, didepan Lynell. Otomatis,
jantung Lynell seakan berhenti berdegup, wajahnya pucat pasi. Ia menatap
punggung cowok itu dan berkata pada dirinya sendiri “Oh my God ! I can’t believe it !”. Seorang Rabel yang selama ini ia
kagumi secara diam – diam sekarang berada disatu kelas yang sama dengannya,
bahkan duduk didepannya. Selama pelajaran bahasa Jepang itu, Lynell tidak bisa
berkonsentrasi. Ia tidak menyangka bahwa Rabel ternyata satu kelas dengannya di
mata kuliah bahasa Jepang. Usai kelas, ia langsung mengintrogasi Rebecca
tentang hal itu. Namun ternyata Rebecca juga baru mengetahui bahwa mereka
sekelas dengan Rabel.
“Seriously ! I swear I don’t know about it, nell” kata Rebecca sambil
mengacungkan kedua jarinya menandakan ia tidak berbohong. “Okay, kalau memang
begitu, gue gak jadi marah sama lu”. Lynell bingung, ia harus senang atau sedih
bisa satu kelas dengan cowok yang ia suka. Dia senang, namun disatu sisi, ia
juga sedih karena itu berarti dia tidak akan bisa berkonsentrasi selama
pelajaran berlangsung.
“Good afternoon my honey. Remember to lunch
and midday pray dear”, Lynell membaca sebuah pesan singkat dari
handphonenya. Pesan itu tentu saja dari Bian, pacarnya yang telah jadian
dengannya selama satu minggu. Lynell langsung membalas pesan singkat itu dan
mereka saling berbalas pesan satu sama lain.
Sebenarnya,
Lynell belum yakin terhadap perasaannya kepada Bian karena ia menyukai Rabel.
Lynell juga belum benar-benar mengenal Bian, sehingga ia belum mengetahui
apakah Bian seorang lelaki yang baik atau tidak. Bian Ardiwinata, itulah nama
lengkap dari pacar Lynell. Cowok berumur 21 tahun, dengan rambut pendek yang
ikal, hidung mancung, kulit coklat, tubuh tinggi dan kurus. Tak hanya itu, Bian
juga bermata sendu dan berjenggot tipis. Bian merupakan pegawai disebuah
perusahaan swasta. Dia benar-benar mencintai Lynell sehingga nyaris buta
kepadanya. Cintanya itu menjadikan Bian seorang yang emosional, posesif, namun
tetap saja jika ada masalah dengan Lynell, ia pasti menangis.
Usai
kuliah, Lynell dan Rebecca langsung pulang kerumah masing-masing. Sore itu
hujan, sehingga sesampainya dirumah, tubuh Lynell sudah basah kuyup. Lynell mandi
dan berpakaian, lalu tertidur pulas. Hari itu merupakan hari yang menakjubkan
dan sangat melelahkan baginya.
***
Seminggu
telah berlalu. Rutinitas kuliah yang dialami Lynell sangat membuatnya
kelelahan. Seperti biasa, Lynell dan Bian bertemu setelah satu minggu saling
menahan rindu. Bian menunggu didepan gang rumah Lynell. Siang yang sangat cerah
dihari Minggu membuat suasana hati mereka menjadi bahagia. Mereka bertemu dan
memutuskan untuk berjalan-jalan dengan menaiki motor. Namun tiba-tiba cuaca
berubah, gerimis turun membasahi tubuh mereka. Lalu mereka mencari tempat untuk
berteduh dan sampailah mereka disebuah kedai. Lynell dan Bian duduk disebuah
bangku panjang yang berhadapan dengan sebuah meja.
“Kamu
kenapa bisa suka sama aku? Kenapa kamu mau sama aku? Banyak cewek lain diluar
sana yang lebih sempurna dari aku”, Lynell membuka pembicaraan dengan beberapa
pertanyaan kepada Bian. “Gak tau. Aku suka kamu tanpa alasan. Kamu bisa bikin
aku nyaman dan melupakan semua masalahku. Gak peduli banyak cewek lain yang
lebih sempurna dari kamu diluar sana, aku tetap milih kamu”, Bian menjawab
sambil tersenyum kepada Lynell. “Gombal”, jawab Lynell. Setelah hujan reda
mereka melanjutkan perjalanan mereka dan sampailah disebuah taman yang indah.
Ditaman itu terdapat beragam jenis bunga dan pohon-pohon yang rindang. Bian dan
Lynell duduk dibangku yang ada dibawah pohon salah satu taman tersebut. Bian
terlihat agak pendiam saat itu, tidak seperti biasanya. Mungkin semua ocehan
Lynell yang daritadi terdengar tidak diperhatikannya dengan baik.
“Kamu
kenapa? Lagi banyak masalah ya? Cerita dong sama aku”, tatap Lynell sambil
berkata kepada Bian. “Aku nggak apa-apa kok, beneran deh.” jawab Bian,
pandangannya kosong. “Terus, kenapa kamu diam aja dari tadi?” sambung Lynell sambil
memainkan rambutnya yang panjang. “Aku nggak apa-apa, sayangku” ucap Bian lalu
mencium kening Lynell.
“Okay.
Kita foto yuk ! Biar kayak pasangan lain di instagram”
“Pakai
handphone kamu aja ya, kamera aku jelek”
“Umm,
yaudah deh”
Mereka
mengambil beberapa foto bersama menggunakan handphone Lynell. Entah mengapa
tiba-tiba Lynell penasaran ingin meminjam handphone Bian.
“Aku
pinjam handphone kamu dong, boleh nggak?”
“Buat
apa? Handphone aku nggak ada apa-apanya. Kameranya juga jelek. Nggak bisa
dipakai buat selfie” ucap Bian sambil
memasukkan handphone nya kedalam kantung.
“Pinjamkan
aku sebentar saja, please. Aku kan pacar kamu, masa nggak boleh pinjam
handphone kamu sih” ucap Lynell dengan wajah sedih dan muka yang cemberut.
“Okay
aku pinjamkan handphone aku, tapi sebentar aja ya” ucap Bian sambil memberikan
handphone nya ke Lynell. Lynell tersenyum lalu mengambil handphone Bian.
Ia
membuka semua yang ada di handphone itu. Namun ketika ia hendak membuka pesan,
ia heran karena semua pesan yang ada di inbox Bian berasal dari nomor tanpa
nama. Kecurigaan pun muncul saat itu juga dalam benak Lynell. Ia membuka satu
persatu pesan yang ada disana, namun ternyata tidak ada yang mencurigakan.
Penasarannya terhadap handphone Bian tidak cukup sampai disitu. Ia berusaha
membuka aplikasi BBM yang ada di handphone Bian. Namun sayangnya, aplikasi tersebut
terkunci dan Lynell tidak bisa membukanya. Lynell penasaran kenapa aplikasi BBM
Bian terkunci, dan kecurigaannya terhadap Bian semakin kuat. Pikiran negatif
kepada Bian mulai muncul dikepalanya satu persatu. Ia berpikir apakah Bian
mempunyai cewek lain selain Lynell, dan berbagai macam pikiran negatif datang
dikepalanya. Lynell hanya memendam itu semua, ia tidak ingin menghancurkan
kencannya kali ini dengan Bian. Setelah itu, Lynell mengembalikan handphone
Bian seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka meneruskan kencan hingga malam tiba,
dan Bian mengantarkan Lynell pulang tepat jam 7 malam. Sesampainya di depan
gang rumah Lynell.
“Terimakasih
untuk hari ini ya sayangku” ucap Lynell kepada Bian.
“Iya,
you’re welcome my dear”
“Kalo
udah sampai rumah, sms aku ya sayang”
“Iya
sayang tenang aja dear. Okay aku
pulang ya sayangku” pamit Bian kepada Lynell.
“Okay.
Take care dear” ucap Lynell sambil
melambaikan tangan kepada Bian.
Pikirannya
tidak bisa terfokus kepada apa yang telah ia alami bersama Bian hari ini.
Lynell terus saja memikirkan mengapa Bian mengunci aplikasi BBM nya. Setelah ia
selesai mandi dan membereskan diri, ia pergi menuju rumah sepupunya. Namanya Eza,
ia memiliki perbedaan umur 20 hari lebih muda dari Lynell. Eza adalah seorang
cowok yang tampan, baik, tinggi, kurus, dan berkulit gelap. Sesampainya Lynell
dirumah Eza, ia langsung meminjam handphone Eza dan meng-invite pin BBM Bian. Sambil menunggu Bian meng-accept BBM nya, Lynell menceritakan apa yang telah terjadi hari ini
antara ia dan Bian kepada Eza.
“Cowok
itu susah ditebak, nell” jawab Eza. Namun ternyata jawabannya malah membuat
Lynell seketika menangis.
“Loh
kok lu nangis, nell? Maafin gue, gue cuma bilang, cowok itu susah ditebak.
Benar, kan?” ucap Eza sambil menenangkan Lynell.
Namun
setelah Eza mengambil handphone nya dari Lynell, ia baru tersadar ternyata Bian
telah menerima invite BBM darinya. Di
akun BBM Bian, tertulis di statusnya nama seorang cewek, dan itu bukan nama
Lynell Alexander, melainkan Suyatmi Pratiwi. Menyadari hal itu, pantas saja
kalau Lynell seketika menangis histeris. Karena ternyata Bian mempunyai cewek
lain, bukan hanya Lynell. Lynell lalu mencari tahu siapakah cewek itu. Ia
mencari tahu melalui facebook account
dan ia menemukan facebook account dengan nama Suyatmi Pratiwi.
Ternyata cewek itu adalah pacar Bian sejak ia duduk dibangku SMA. Lynell kecewa
dan berniat untuk memutuskan hubungannya dengan Bian besok pagi.
***
Terdengar
sebuah lagu dari band One Ok Rock dari dalam kamar Lynell. Sambil mendengarkan
lagu, Lynell ikut bernyanyi. Lynell telah larut kedalam lagu itu, tanpa sadar
ia meneteskan airmata dan mengingat semua yang pernah ia lakukan bersama Bian.
Semua memori itu seakan terputar dengan sendirinya didalam ingatan Lynell dan
bermain didalam otaknya seolah sedang memutar sebuah film.
“So
this is heartache?
So this is heartache?
Hiroi atsumeta koukai wa,
Namida e to kawari oh baby
So this is heartache?
So this is heartache?
Ano hi no kimi no egao wa
Omoide ni kawaru
I miss you”
“Its so hard to forget, you and all the
regret. Oh, damn ! Gue belum memutuskan
hubungan ini, tapi udah nangis ngebayanginnya,” Lynell berkata dalam diam. “How a stupid me !”, Lynell berteriak. “Kenapa
gue gak tau kalo sebenarnya dia udah punya cewek lain sebelum pacaran sama gue?!”
Lynell terus saja memaki dirinya sendiri. Ia bingung, bagaimana harus
mengakhiri semuanya disaat mereka baru saja merasakan awal yang manis. Sebenarnya,
Lynell tidak ingin memutuskan hubungannya dengan Bian, ia masih sangat
mencintai Bian. Ia tahu ini bodoh, namun rasanya logika seolah bertentangan
dengan hati. Mau tak mau, Lynell harus mengambil keputusan. Dan inilah
keputusan yang ia pilih.
“Dear Bian. I know actually you had already
have a girlfriend another me. She is a Suyatmi Pratiwi, right? Thank you for
everything. Thank you for all things had done, dear. I know its time to moveon
from you. And all hopes has failed from my life, and now, I will go away from
you”.
*Pesan
terkirim*
“Ya
ALLAH ! Aku tau ini yang terbaik untukku, tapi please kuatkanlah aku dalam menghadapinya,” Lynell berkata dalam
tangisannya, semua airmatanya terbuang karena cowok itu, lalu ia tertidur
setelah lelah menangis.
*1
pesan baru*
Bian
membuka pesan singkat dari Lynell, ia terkejut membacanya. Setelah itu, ia
langsung membalas pesan Lynell dengan penjelasan yang cukup panjang dan
menyatakan bahwa ia tidak ingin putus dengan Lynell. Dalam pesan itu, tertulis
pengakuan bahwa Bian sebenarnya memang sudah memiliki cewek lainl. Namun
hubungannya dengan cewek itu sudah lama mendingin dan tidak jelas apakah masih
berlanjut atau tidak. Bian juga menulis bahwa ia sangat menyesal telah
menyakiti Lynell. Ia sadar, kini cewek yang benar-benar mencintainya hanyalah Lynell,
bukan Suyatmi. Bian mengirimkan pesan sebanyak dua puluh kali, namun tak
satupun yang dibalas oleh Lynell. Ia juga berusaha menghubungi Lynell sebanyak
tiga belas kali, dan tidak satupun yang diangkat oleh Lynell.
“Percuma
aja, ini gak akan berhasil,” Bian mulai putus asa.
Sore
itu, tepat pukul 16:00, Lynell terbangun dengan linangan airmata yang masih
membasahi pipinya. Dadanya masih terasa sesak, matanya sembab dan ia merasa
badannya mulai demam. Lynell mengambil handphone nya, ia melihat ada dua puluh
pesan dan tiga belas missed calls dari
Bian. Ia membaca pesannya satu persatu, namun tak ada satupun yang ia balas.
Lynell keluar kamar, mandi, berpakaian, dan solat ashar. Ia sengaja meninggalkan
handphone di kamarnya, lalu ia pergi bermain dengan temannya di warung dekat
rumahnya. Sesampainya di warung, teman-temannya malah meninggalkannya sendirian,
mereka ingin berjalan-jalan menikmati sore hari. Tinggallah Lynell sendirian
duduk dibangku panjang, tanpa sura.
Tiba-tiba,
datang seorang cowok menghampirinya. Cowok itu merupakan sosok yang manis
dengan hidung mancung, kulit coklat, bertubuh tinggi dan kurus, berambut pendek
lurus, ditambah dengan senyuman yang menawan. Awalnya, Lynell tidak menyadari
kehadiran cowok itu, namun seketika, cowok itu menyapanya dan membuyarkan
lamunannya.
“Lynell?”
“Ya?
Do you know me? How come?”. Lynell bingung karena cowok itu mengenalinya, sedangkan
ia tidak.
“Gue
sering perhatiin lu setiap lewat depan rumah lu, tapi mungkin lu gak pernah
nyadar. Gue juga pernah ngirim pesan ke inbox
fb lu. Inget?”. Cowok itu menatapnya dengan penuh senyuman, mata yang berbinar,
dan terlihat sekali ia sangat antusias berbicara dengan Lynell. “Kenalin, gue
Dery Aldino, panggil aja Dery,” kata cowok itu sambil mengulurkan tangannya
untuk berjabat tangan dengan Lynell. Lynell yang masih bingung akhirnya mau
berjabat tangan, mereka pun saling berkenalan dan bertukar pin BBM.
Tanpa
terasa, mereka telah mengobrol cukup lama, sampai magrib tiba. Baru pertama
kali bagi Lynell, mengobrol cukup panjang dengan orang yang baru saja ia kenal.
Rasanya seperti mereka telah berteman cukup lama, padahal tidak. Sejenak Lynell
melupakan kesedihannya kepada Bian. Ia senang bisa berkenalan dengan cowok baru
yang cukup ganteng dan easy going.
Lynell pamit kepada Dery, dan mereka berpisah dipersimpangan jalan.
Sesampainya
ia dirumah, Lynell solat magrib dan menyiapkan pelajaran untuk kuliah besok
pagi. Ia masih mengabaikan handphone nya sampai terdengar nada panggilan masuk,
ternyata itu dari Bian. Ia mereject panggilan itu sampai 3 kali, dan saat handphone
nya berdering untuk keempat kalinya, ia menjawabnya.
“Hallo,”
Lynell menjawab dengan nada datar, tentu saja ia malas berbicara lagi dengan
Bian.
“Lynell,
please dengerin aku. Aku sama dia udah
gak ada apa-apa lagi. Aku tau aku salah masih masang namanya di status BBM, aku
minta maaf. Sekarang aku sadar, cewek yang aku sayang cuma kamu, nell. Aku sama
dia udah lama gak berkomunikasi, please
maafin aku, aku sayang kamu Lynell Alexander,” Bian teriak.
“Have you finished?” Lynell berkata
singkat.
“Aku
sungguh minta maaf sama kamu, nell, I
really love you ! Aku gak mau putus !” Bian teriak lagi.
“Ya,
udah aku maafin. Bye.” Lynell menutup
telepon dan langsung mematikan handphone nya. Cukup baginya untuk mendengar
omong kosong dari Bian, hatinya sudah terlalu remuk untuk menerimanya lagi.
Terasa sesuatu yang hangat mengalir di pipinya dan jatuh membasahi bantalnya,
Lynell menangis lagi.
Ia
berusaha untuk tidur namun entah mengapa setiap ia menutup mata, terbayang
semua kenangannya dengan Bian mengganggu pikirannya. Lynell memejamkan matanya
beberapa kali, dan berdoa sampai akhirnya ia tertidur pulas. Sungguh berat bagi
Lynell untuk melupakan orang yang ia sayang.
***
Tiga
hari telah berlalu setelah kejadian itu. Lynell telah mengabaikan Bian yang
terus berusaha menghubunginya selama beberapa hari. Dihari Kamis yang cerah,
Lynell berjalan menuju kelas, ia tak seceria biasanya. Rasanya ia ingin cepat
menyelesaikan pelajaran dan pulang.
“Tadi
aku liat Rabel pakai kemeja yang biasanya, dia ada di kantin,” ucap Rebecca.
Sejak ia tau Lynell menyukai Rabel, ia selalu memberi laporan kepada Lynell
tiap ia melihat Rabel.
“Oh.”
Lynell menjawab singkat.
“Lu
gapapa, nell?” tanya Rebecca sambil memegang kening Lynell.
“I’m very well, bec. I swear” jawab Lynell datar.
Mereka
meneruskan pelajaran tanpa suara. Tidak seperti biasanya, mereka hanya
mengikuti pelajaran sampai selesai dan tidak banyak mengobrol. Setelah selesai
kuliah, Lynell bergegas pulang meninggalkan Rebecca.
“Sorry, bec. Gue buru-buru balik duluan,”
kata Lynell, dia sedang diburu waktu.
“Its ok, take care, nell,” kata Rebecca sambil
melambaikan tangannya ke Lynell.
Lynell
berjalan melewati gang yang ada di dekat rumahnya, lalu melewati warung. Di
warung itu terlihat seorang cowok duduk di bangku panjang, dia memanggil
Lynell. Cowok itu tak lain adalah Dery. Dery menghampiri Lynell, menarik lengan
baju Lynell dan mengajaknya duduk di depan warung.
“Lu
pasti capek banget ya pulang kuliah? Ngobrol dulu, yuk !” ajak Dery, dia
menyodorkan segelas ice tea untuk
Lynell.
“Thanks”
Lynell duduk dan meminum ice tea. Ia melepas
tasnya, termenung, wajahnya terlihat sangat lelah. Terlihat jelas diwajahnya
bahwa ia sedang memikirkan masalah.
“Kenapa
lu, nell? Muka lu keliatan lesu banget. Kalo ada masalah, cerita aja ke gue,”
kata Dery sambil meraih tangan Lynell.
Namun dengan cepat Lynell menarik lagi tangannya.
“Gapapa,
ry. Jangan khawatir,” Lynell seperti tidak ingin menceritakan masalahnya dengan
Bian kepada siapapun.
“Okay,
gue ngerti. Kita jalan-jalan yuk, nikmatin sore hari, mau kan?” Dery keluar
dari warung dan menyalakan motor, ia hendak mengajak Lynell berkeliling
menikmati suasana sore yang indah. Lynell menerima ajakan Dery, ia berpikir
mungkin ini akan mengurangi beban pikirannya. Dery dan Lynell lalu berkeliling
menggunakan sepeda motor menikmati Jakarta sore hari. Sepanjang jalan mereka
terus berbincang tentang segala hal, bercanda dan tertawa bersama. Bahkan Dery
juga menceritakan bagaimana saat pertama kali ia melihat Lynell. Ternyata sudah
lama Dery memperhatikan Lynell, namun Lynell tidak pernah menyadari itu.
“Lu
tau, sejak pertama kali gue liat lu, gue udah jatuh cinta sama lu,” kata Dery
dengan tatapan mata yang penuh makna. Namun Lynell hanya tersenyum, ia tidak
menanggapi itu sebagai hal yang serius. Di perjalanan pulang, Lynell tertidur
di pundak Dery dan Dery tampak sangat menikmati moment itu. Sampai di rumah, Dery membangunkan Lynell.
“Udah
sampai? Oh, maaf gue ketiduran,” ucap Lynell sambil turun dari motor Dery.
“Its ok, nell. Gue seneng banget bisa
jalan-jalan bareng lu. Thank you, dear,”
kata Dery, ia tersenyum dan hampir mencium bibir Lynell karena Lynell sudah
terlebih dulu menghindar.
“Aku
pulang, ry. Thank you for today,”
Lynell berjalan meninggalkan Dery.
Entah
bagaimana caranya Dery bisa menyukainya selama itu, tanpa ia sadari. Namun
Lynell juga tidak yakin apakah yang dibicarakan Dery itu benar atau tidak.
Kadang terlintas dipikirannya tentang kenangannya dengan Bian, dan kini Dery
hadir di dalam kehidupannya. Semakin ia mencoba untuk melupakan Bian, semakin
jelas gambaran akan kenangannya dengan Bian terlintas di memorinya. Lynell
memutuskan untuk tidak melawan pikirannya tentang Bian. Ia berpikir, “biarkan
saja otak ini terus memikirkan Bian. Pikirkan saja terus sampai otakmu lelah
dan berhenti memikirkan dia dengan sendirinya” ucap Lynell dalam diam.
Lynell
menghapus semua fotonya bersama Bian, ia juga telah menghapus semua pesan dari
Bian, bahkan ia telah menghapus kontak Bian dari handphone nya.
***
Beberapa minggu tak terasa telah berlalu. Bian tidak
pernah lagi mengganggu kehidupan Lynell, perasaannya pun mulai membaik. Lynell
menjalani hari-hari kuliahnya seperti biasa. Namun ada yang berubah, perasaanya
kepada Rabel perlahan menghilang. Seiring menghilangnya Rabel dari lingkungan
kampus. Entah mengapa, ia jarang sekali hadir di kelas padahal sebentar lagi UTS
tiba. Rabel yang tidak pernah menyadari kehadiran Lynell disekitarnya membuat
Lynell menyerah, dan Lynell mulai berpikir bahwa Rabel adalah cowok yang
sombong, tidak pantas untuk di kagumi.
Terdengar kabar bahwa Rabel telah keluar dari kampus.
Pantas saja, saat dosen mengabsennya di kelas, teman-temannya berkata “Resign, maam”. “Baguslah,” pikir Lynell.
Dengan begitu ia bisa fokus kuliah tanpa terganggu konsentrasinya oleh
siapapun. Saat ini yang ada dipikiran Lynell hanyalah bagaimana mendapatkan
nilai bagus dalam UTS. “Fokus, nell !” Lynell menyemangati dirinya sendiri.
Namun
tiba-tiba saat Lynell berjalan menuju rumah, terlihat Bian menunggu di ujung
jalan. “Damn, mau apa dia kesini?”
Lynell bergumam sendiri. Lynell berjalan dengan cepat menghindari Bian, seolah
ia tidak melihatnya. Namun Bian menghadang dengan motornya, hampir menabrak
Lynell. Bian menghentikan motornya dan membuka helmnya.
“Mau
apa lagi kamu kesini? Kita udah selesai, right?
Masalah kita udah selesai,” ucap Lynell berusaha menghindari Bian. Namun tanpa
berkata apapun, Bian menarik Lynell dan memaksanya untuk ikut bersamanya.
Lynell tidak bisa melawan dan terpaksa mengikuti kemauan Bian. Mereka sampai di
sebuah bangunan yang belum selesai dibangun.
“Aku
masih cinta kamu, nell. Sumpah ! Aku udah gak ada hubungan apapun dengannya,”
Bian berteriak. Lynell hanya terdiam melihat Bian berteriak seperti orang gila.
Bian mengancam akan lompat dari gedung jika Lynell tidak mau menerima cintanya
kembali. Lynell masih terdiam, ia tidak takut dengan ancaman Bian. Namun
tiba-tiba Bian berjalan menaiki gedung dan berteriak “I LOVE YOU, LYNELL ! Kalo
kamu gak mau nerima aku lagi, aku akan lompat,” Bian teriak.
“Coba
aja,” said Lynell.
Kemudian,
Bian menghitung untuk mulai melompat. “1, 2, ...”, ketika Bian hampir saja
melompat, Lynell berteriak “Okay ! Okay ! Aku mau nerima kamu lagi ! Turun !
Jangan lompat, bodoh !”.
Mendengar
hal itu, Bian turun dari gedung dan tidak jadi melompat. Dengan senyuman
seperti srigala yang berhasil menangkap mangsanya, dia mencium bibir Lynell dengan
penuh cinta. Ciuman yang lembut namun kuat itu memabukkan Lynell, ia tak kuasa
menolak. Sejujurnya, Lynell juga masih sangat mencintai Bian walaupun ia pernah
menyakiti hatinya.
“Berjanjilah
untuk tidak akan pernah menyakiti aku lagi,” kata Lynell. Ia terbuai oleh
ciuman dan pelukan seorang Bian Ardiwinata. “Aku cinta kamu, dear,” Lynell berbisik.
“Aku
janji. Aku hanya milikmu seorang, aku juga cinta kamu, dear. Aku gak akan
pernah lagi main dengan cewek lain, sumpah,” ucap Bian dan menciumnya lagi.
Setelah
kejadian itu, hubungan mereka makin membaik. Dery yang coba mendekati Lynell
pun perlahan menjauh dari kehidupan Lynell. Setengah tahun berlalu, Bian dan
Lynell masih tetap bersama. Tapi ada yang berbeda, Bian yang sekarang lebih
posesif kepada Lynell dan cemburu berlebihan tiap kali mengetahui Lynell chatting dengan cowok lain. Seringkali
Bian melempar handphone Lynell ketika mengetahui ada chat dari cowok lain untuk
Lynell.
Bahkan
suatu ketika, Lynell hampir saja di lempar dengan bangku yang terbuat dari
plastik oleh Bian saat ia sedang marah. Bian juga pernah menghantamkan
kepalanya ke tembok beberapa kali saat Lynell menangis dan minta putus karena
perlakuan kasarnya yang menakuti Lynell. Lynell yang tidak kuat dengan
perlakuan kasar Bian, mencoba untuk menyudahi hubungan ini. Namun seperti
biasa, Bian menolak dan mengancam akan bunuh diri dengan mengambil pisau dapur
dan hendak menyayat pergelangan tangannya sendiri. Lynell selalu terjebak dalam
situasi seperti itu, dan dia tidak punya kekuatan untuk mengambil keputusan
karena jauh dilubuk hatinya, ia juga sangat mencintai Bian dan berharap ia akan
berubah secepatnya.
“Kenapa
setiap kali kamu marah, kamu melukai dirimu sendiri?” tanya Lynell ke Bian.
“Karena
aku gak mau lukain kamu, makanya, aku lebih baik melukai diri aku sendiri,”
Bian menjawab, dia menggenggam tangan Lynell, menciumi seluruh wajah Lynell,
dan mencium bibirnya dengan penuh cinta. Matanya selalu terpejam saat mencium
bibir Lynell.
“Tapi
aku gak suka. Aku gak suka cowok kasar,” kata Lynell sambil menjauh dari
pelukan Bian.
“Okay,
demi kamu aku akan berusaha untuk berubah. Aku gak akan pernah kasar lagi,” kata
Bian sambil mencium tangan kiri Lynell. Terlihat sekali ketulusan Bian dalam
mencintai Lynell, terlihat dari matanya yang selalu berbinar tiap ia berbicara
dan memandangi wajah Lynell. “I love you,
nell,” kata Bian. Ia memasangkan cincin emas berhiaskan permata berbentuk hati
ke jari manis Lynell sebagai tanda cinta dan keseriusannya kepada Lynell. Di
jari manisnya pun terpasang cincin emas polos yang melambangkan bahwa ia hanya
dimiliki oleh seorang Lynell Alexander.
***
Suatu
hari Lynell terlambat pulang dari kampus. Hari sudah gelap, namun ia masih
dikampus karena baru saja menyelesaikan rapat jurnalistik. Bian menawarkan
jemputan, namun Lynell menolak karena ia masih bisa pulang sendiri. Lynell
ingin pergi ke toilet namun tiba-tiba ia terkejut karena melihat Rabel ada di
hadapannya. Rabel tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke arah Lynell, sepertinya ia
sedang mabuk.
“Are you okay, bel?” Lynell bertanya,
nada bicaranya agak sedikit takut. Ia senang bisa bertemu bahkan di hampiri
oleh Rabel, namun dalam situasi seperti ini malah membuatnya ketakutan.
“Aku
tau, selama ini kamu sering memperhatikan aku, kan? Apa kamu suka aku?” tanya
Rabel kepada Lynell. Ia terus mendekat ke arah Lynell sampai akhirnya Lynell
terpojok di sudut dinding kampus yang gelap dan sepi. Memang, saat itu sebagian
mahasiswa sudah pulang dan ruang kelas juga sudah di matikan lampunya.
“Gimanaa
kakak bisa tau? Aku gak pernah berkata apapun. Lagipula, apa yang kakak lakukan
disini? Bukannya kakak udah resign
dari kampus ini?” Lynell mencoba mengalihkan pembicaraan dan berusaha kabur
menghindari Rabel yang sepertinya sedang mabuk berat. Namun usahanya tidak
berhasil, Rabel memeluknya erat dan berusaha mencium leher Lynell.
Menyadari
dirinya terancam, Lynell berusaha berteriak meminta pertolongan, namun tidak
ada yang mendengarnya. Rabel membawanya ke sebuah kelas yang gelap namun tak
terkunci.
“Kalau
kamu benar suka aku, ayo kita bersenang-senang. Lagipula, aku memang sudah resign, tapi aku sering kesini di malam
hari untuk menikmati gadis-gadis polos kayak kamu,” Rabel menatap Lynell
seperti seekor harimau yang akan memangsa hasil tangkapannya. Rabel langsung
menciumi sekujur tubuh Lynell setelah ia berhasil membuka semua baju yang
Lynell pakai. Lynell berteriak dan memberontak, namun tubuhnya tak cukup kuat
untuk melawan Rabel. Memang ia menyukai Rabel, namun bukan seperti ini yang ia
harapkan. Lynell menangis sejadi-jadinya, terlambat, Rabel telah berhasil
menindihnya dan merobek keperawanannya. Rabel melakukannya berulang-ulang kali
sampai ia merasa puas. Darah keperawanan terasa mengalir dari selangkangan
Lynell, bersamaan dengan mengalir deras airmatanya.
Terakhir,
Rabel memeluknya sambil melakukannya lagi dan menciumi bibir Lynell.
“Kamu
suka? Apa kamu masih suka aku? Oh dear,
kamu sangat spesial. Kamulah yang ternikmat yang pernah aku rasain dibanding
dengan perempuan lain.” Rabel terus melakukannya tak peduli Lynell menangis
histeris. Lynell tak menyangka, orang yang pernah ia kagumi selama ini,
ternyata adalah orang yang bajingan dan telah merenggut keperawanannya. Setelah
Rabel puas melampiaskan hasratnya kepada Lynell, ia meninggalkannya sendirian di
dalam kelas yang gelap itu.
Beberapa
saat setelah Rabel keluar kelas, terdengar suara orang terjatuh dari lantai 5
kelas yang tadi ia tempati untuk melampiaskan hasratnya. Ternyata Lynell bunuh
diri dengan lompat dari lantai 5 di kampusnya.
Bian
yang mendapat kabar tersebut dari pihak kampus langsung menuju kampus dan
mendapati Lynell sudah tidak bernyawa. Ia berteriak memanggil nama Lynell dan
menangis sejadi-jadinya. Cincin yang ia berikan kemarin masih terpasang rapih
di jari manis Lynell dan berlumuran darah.
_THE
END_